Pergeseran arah kebijakan luar negeri Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menarik perhatian, terutama setelah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto semakin dekat dengan Tiongkok. Hubungan Indonesia dengan Tiongkok selalu sensitif dalam politik, ekonomi, dan keamanan. Beberapa kebijakan Prabowo menimbulkan pertanyaan tentang konteks politik luar negeri Indonesia yang cenderung pro-Tiongkok. Pergeseran ini memunculkan kekhawatiran baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Kedekatan Prabowo dengan Tiongkok
Sejak menjabat Menteri Pertahanan pada 2019, Prabowo menunjukkan peningkatan hubungan dengan Tiongkok, terutama di bidang pertahanan dan militer. Ia sering mengungkapkan kekagumannya terhadap kemajuan militer Tiongkok dan menekankan pentingnya kerjasama pertahanan antara kedua negara. Selain itu, Prabowo juga menjalin hubungan erat dengan pejabat tinggi Tiongkok, seperti Presiden Xi Jinping dan Menteri Pertahanan Wei Fenghe. Melalui kunjungan ini, Indonesia berharap dapat memperoleh teknologi dan memperkuat kemampuan pertahanan. Namun, ini memunculkan kekhawatiran terkait ketergantungan Indonesia pada Tiongkok, terutama di bidang pertahanan.
Kekhawatiran Pergeseran Arah Prabowo ke Tiongkok
Ketegangan di Laut Cina Selatan
Sengketa Laut Cina Selatan merupakan isu utama dalam hubungan Indonesia dengan Tiongkok. Tiongkok mengklaim hampir seluruh wilayah Laut Cina Selatan, yang tumpang tindih dengan klaim Indonesia atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di sekitar Kepulauan Natuna. Ketegangan ini semakin meningkat karena potensi sumber daya alam dan kepentingan strategis kawasan tersebut. Indonesia harus menjaga kedaulatan wilayahnya, terutama di Natuna. Keputusan Prabowo mempererat hubungan dengan Tiongkok memunculkan kekhawatiran bahwa Indonesia mungkin mengalah dalam menghadapi agresivitas Tiongkok di Laut Cina Selatan, sehingga kehilangan posisi tawarnya dalam mempertahankan hak-hak kedaulatan.
Kekhawatiran Masyarakat dan Elit Politik
Pergeseran kebijakan luar negeri Indonesia yang lebih pro-Tiongkok mendapat respon beragam. Beberapa pihak mendukung hubungan lebih dekat dengan Tiongkok, dengan alasan peluang ekonomi yang besar. Tiongkok adalah mitra dagang utama Indonesia, dan investasi Tiongkok di proyek-proyek besar seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung dapat memberikan dampak positif bagi ekonomi Indonesia. Namun, banyak pula yang khawatir tentang ketergantungan Indonesia pada Tiongkok, terutama dalam bidang teknologi, pertahanan, dan ekonomi. Beberapa elit politik khawatir Indonesia akan kehilangan kebebasan dalam menentukan kebijakan luar negeri yang independen. Selain itu, ada ketidaknyamanan terhadap kebijakan yang berpihak pada Tiongkok, terutama karena persepsi bahwa Tiongkok tidak selalu menghormati kedaulatan negara-negara kecil di Asia Tenggara. Proyek-proyek Tiongkok seperti Belt and Road Initiative (BRI) juga sering dianggap lebih menguntungkan Tiongkok daripada Indonesia.
Jalan Tengah yang Harus Ditempuh
Indonesia harus berhati-hati dalam menjaga keseimbangan. Kerjasama dengan Tiongkok memang penting, namun Indonesia juga harus mempertahankan kedaulatan di Laut Cina Selatan dan memperjuangkan kepentingan nasional. Indonesia perlu terus mengedepankan prinsip kebijakan luar negeri bebas dan aktif, serta memperkuat hubungan dengan negara besar lainnya seperti Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara ASEAN. Dengan demikian, Indonesia dapat menjaga posisi tawar dan kedaulatan dalam percaturan internasional.
Kesimpulan
Pergeseran kebijakan luar negeri yang semakin condong ke Tiongkok dapat membawa keuntungan ekonomi, namun juga menimbulkan kekhawatiran terkait kedaulatan dan keseimbangan geopolitik. Oleh karena itu, Indonesia harus tetap berhati-hati dalam menjaga kebijakan luar negeri yang independen demi kepentingan nasionalnya.