Politisi Veteran Uganda – Kizza Besigye, seorang tokoh oposisi terkemuka di Uganda, menghadapi tuduhan pengkhianatan oleh pengadilan militer. Tuduhan ini dapat berujung pada hukuman mati jika terbukti bersalah. Kasus ini mencerminkan ketegangan politik yang meningkat menjelang pemilihan presiden 2026.
Besigye, 68 tahun, pernah menjadi dokter pribadi Presiden Yoweri Museveni dan menjabat sebagai perwira militer berpangkat kolonel. Pada 1990-an, ia mulai berseberangan dengan Museveni karena perbedaan pandangan politik. Sejak itu, ia menjadi kritikus vokal terhadap pemerintahan Museveni dan empat kali mencalonkan diri sebagai presiden meskipun tidak pernah berhasil menang.
Penangkapan dan Tuduhan Awal – Politisi Veteran Uganda Didakwa
Pada 16 November 2024, Besigye dilaporkan menghilang saat menghadiri peluncuran buku di Nairobi, Kenya. Beberapa hari kemudian, ia muncul di pengadilan militer Kampala bersama asistennya, Obeid Lutale. Jaksa menuduh mereka memiliki senjata api ilegal dan mencari dukungan militer dari luar negeri untuk mengganggu stabilitas nasional. Besigye membantah semua tuduhan tersebut.
Tuduhan Pengkhianatan
Pada Januari 2025, jaksa militer menambahkan tuduhan pengkhianatan terhadap Besigye. Langkah ini mengejutkan tim pembela yang menilai tuduhan tambahan tersebut tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Kontroversi Pengadilan Militer
Pemerintah Uganda sering menggunakan pengadilan militer untuk mengadili warga sipil, yang memicu kritik luas. Pada 31 Januari 2025, Mahkamah Agung Uganda memutuskan bahwa pengadilan militer tidak memiliki wewenang atas warga sipil, termasuk Besigye. Awalnya, pihak militer menolak keputusan tersebut dan bersikeras melanjutkan persidangan. Namun, setelah mendapat tekanan domestik dan internasional, pemerintah akhirnya memindahkan kasus Besigye ke pengadilan sipil.
Kondisi Penahanan dan Kesehatan
Selama dalam tahanan, Besigye memulai mogok makan sebagai bentuk protes atas penahanannya yang dianggap tidak adil. Kondisi kesehatannya memburuk akibat hipertensi, tetapi pengadilan menolak permintaan pengacaranya untuk memindahkannya ke fasilitas medis.
Reaksi Internasional
Kasus Besigye mendapat perhatian luas dari komunitas internasional. Amnesty International menuntut pembebasannya dengan alasan bahwa penahanannya melanggar hukum hak asasi manusia internasional. Human Rights Watch juga mengkritik penggunaan pengadilan militer terhadap warga sipil, menyebutnya sebagai upaya membungkam oposisi politik.
Dampak Politik
Kasus Besigye muncul di tengah persiapan Uganda untuk pemilihan presiden 2026. Presiden Museveni, yang telah berkuasa sejak 1986, kemungkinan besar akan mencalonkan diri kembali meskipun ada spekulasi bahwa ia mungkin mundur. Tidak adanya penerus yang jelas dalam partai berkuasa, Gerakan Perlawanan Nasional (NRM), semakin meningkatkan ketidakpastian politik. Penuntutan terhadap tokoh oposisi seperti Besigye dapat memperburuk ketegangan politik dan mempengaruhi legitimasi pemilu.
Kasus Kizza Besigye menyoroti tantangan demokrasi di Uganda. Penggunaan pengadilan militer untuk mengadili tokoh oposisi menimbulkan kekhawatiran tentang komitmen pemerintah terhadap prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Dengan semakin dekatnya pemilihan presiden, komunitas internasional dan rakyat Uganda akan terus memantau perkembangan kasus ini serta dampaknya terhadap masa depan politik negara tersebut.