Kekeringan ini menyebabkan penurunan drastis permukaan air sungai, yang berdampak langsung pada ekosistem dan kehidupan masyarakat lokal. Sungai-sungai yang biasanya menjadi jalur transportasi utama kini menyusut hingga tidak dapat dilayari kapal besar, memaksa pelabuhan seperti Manaus menerapkan rencana darurat dengan membangun feri raksasa untuk mengangkut barang4. Kondisi ini juga mengancam pasokan pangan dan kebutuhan dasar masyarakat, terutama di kota-kota yang bergantung pada sungai sebagai akses utama, seperti Coari di negara bagian Amazonas, di mana penduduk kesulitan mendapatkan pangan, air, dan obat-obatan.
Selain itu, kekeringan memicu kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang parah, yang merupakan yang terburuk dalam satu dekade terakhir di Brasil dan Bolivia. Kebakaran ini tidak hanya merusak hutan hujan Amazon, tetapi juga melepaskan gas rumah kaca dalam jumlah besar ke atmosfer, memperparah perubahan iklim global356. Kebakaran yang meluas ini juga menyebabkan pencemaran udara berbahaya di ratusan kota dan mengancam keanekaragaman hayati, termasuk kematian massal lumba-lumba air tawar di Danau Tefé akibat suhu air yang meningkat.
Brasil adalah salah satu produsen utama komoditas pangan dunia, termasuk kopi, gula, kedelai, daging ayam, dan daging sapi. Kekeringan yang melanda negara ini mengancam produksi komoditas-komoditas tersebut, yang berpotensi memicu lonjakan harga pangan global. Misalnya, tanaman kopi arabika yang sangat bergantung pada curah hujan yang cukup kini menghadapi risiko gagal panen akibat kekeringan berkepanjangan di wilayah penghasil utama seperti Minas Gerais.
Harga kopi arabika sempat melonjak hingga mencapai level tertinggi dalam 13 tahun pada September 2024, meskipun kemudian turun sedikit karena prediksi hujan lebat di beberapa daerah penghasil kopi. Namun, kekeringan yang terus berlanjut tetap menjadi ancaman serius bagi produksi kopi Brasil dan stabilitas harga di pasar global. Demikian pula, harga gula dunia juga mengalami kenaikan signifikan, dari sekitar US$18,5 per pon menjadi US$23,55 per pon dalam waktu singkat pada September 2024, akibat kekeringan yang mengganggu produksi tebu dan gula di Brasil.
Kekeringan juga berdampak pada sektor energi Brasil, yang sangat bergantung pada pembangkit listrik tenaga hidro. Penurunan debit air sungai mengurangi kapasitas pembangkit listrik hidro, memaksa pemerintah untuk mempertimbangkan penerapan Daylight Saving Time (DST) guna menghemat energi. Selain itu, gangguan transportasi sungai dan kenaikan harga pangan berpotensi memperburuk inflasi domestik dan menimbulkan tekanan ekonomi yang lebih luas.
Kekeringan terparah di Brasil pada tahun 2024 merupakan krisis multidimensi yang mengancam ekosistem, kehidupan masyarakat, dan stabilitas ekonomi baik di tingkat nasional maupun global. Penurunan drastis permukaan air sungai, kebakaran hutan yang meluas, dan ancaman terhadap produksi komoditas pangan utama dunia seperti kopi dan gula, semuanya berkontribusi pada risiko lonjakan inflasi pangan global. Krisis ini juga menjadi peringatan keras tentang dampak perubahan iklim yang semakin nyata dan mendesak perlunya tindakan mitigasi dan adaptasi yang lebih efektif di Brasil dan dunia