kppnbojonegoro.net – Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan globalisasi, peran ilmu pengetahuan semakin krusial dalam membentuk arah pembangunan dan kebijakan industri suatu negara. Para pakar menegaskan bahwa tanpa landasan ilmiah yang kuat, upaya pembangunan tidak hanya berisiko melenceng dari tujuan, tetapi juga rentan menimbulkan ketimpangan serta kegagalan dalam jangka panjang.

Dalam sebuah link medusa88 diskusi nasional bertema “Ilmu Pengetahuan sebagai Pilar Pembangunan Berkelanjutan”, sejumlah ahli dari berbagai bidang menyuarakan pentingnya integrasi pengetahuan ilmiah ke dalam proses perumusan kebijakan, khususnya di sektor industri. Mereka menilai bahwa dunia industri tidak lagi bisa hanya mengandalkan intuisi pasar atau kepentingan ekonomi semata. Diperlukan pendekatan berbasis data, riset, dan inovasi untuk menghadapi tantangan zaman.

Ilmu Pengetahuan sebagai Kompas Pembangunan

Prof. Dr. Rachmat Nugroho, pakar kebijakan teknologi dari Universitas Teknologi Nasional, menekankan bahwa pembangunan yang ideal adalah pembangunan yang berbasis pada ilmu pengetahuan. “Ilmu pengetahuan adalah kompas. Tanpanya, arah pembangunan bisa menyimpang. Kita bisa membangun infrastruktur yang megah, tetapi jika tidak didasari oleh kajian sosial, lingkungan, dan ekonomi, hasilnya bisa kontraproduktif,” ujarnya.

Menurut Rachmat, banyak negara maju yang berhasil karena menjadikan sains dan teknologi sebagai tulang punggung kebijakan nasional mereka. Contohnya, Korea Selatan dan Jerman yang menginvestasikan besar-besaran pada riset dan pengembangan (R&D) untuk meningkatkan daya saing industri mereka secara global.

Industri Berbasis Pengetahuan: Masa Depan Ekonomi

Ilmu pengetahuan juga menjadi pondasi penting dalam pengembangan industri berbasis pengetahuan (knowledge-based industry). Industri semacam ini tidak lagi hanya bergantung pada sumber daya alam atau tenaga kerja murah, melainkan pada kualitas intelektual dan kemampuan inovatif dari tenaga kerjanya.

Dr. Meutia Laksmi, ekonom industri dan peneliti di LIPI, menyebutkan bahwa Indonesia harus segera mengubah arah pembangunan industrinya dari berbasis ekstraktif menjadi berbasis inovasi. “Kita terlalu lama mengandalkan batu bara, sawit, dan tambang. Padahal, masa depan ada di industri hijau, bioteknologi, kecerdasan buatan, dan energi terbarukan—semua itu hanya bisa berkembang kalau kita punya fondasi ilmiah yang kuat,” jelas Meutia.

Dia juga menambahkan bahwa negara yang memiliki infrastruktur riset yang baik akan lebih siap menghadapi disrupsi global, seperti pandemi, krisis iklim, hingga ketegangan geopolitik yang berdampak pada rantai pasok global.

Tantangan: Keterbatasan Dana dan Kurangnya Sinergi

Meski urgensi ilmu pengetahuan sebagai fondasi pembangunan telah disadari, pelaksanaannya di Indonesia masih menghadapi banyak kendala. Salah satunya adalah keterbatasan dana untuk penelitian dan pengembangan. Anggaran R&D nasional Indonesia masih tergolong rendah, yakni di bawah 1% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini jauh tertinggal dibanding negara-negara lain di Asia seperti China, Jepang, dan Singapura.

Selain itu, kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan pelaku industri juga dinilai masih belum optimal. Banyak hasil penelitian yang mengendap di perpustakaan kampus dan tidak pernah terimplementasi dalam bentuk kebijakan atau produk nyata.

“Sering kali peneliti jalan sendiri, industri jalan sendiri, dan pemerintah juga punya agenda sendiri. Kita butuh ekosistem yang saling terkoneksi dan punya tujuan bersama. Tanpa itu, ilmu pengetahuan akan tetap terpinggirkan,” kata Prof. Rachmat.

Jalan ke Depan: Strategi dan Rekomendasi

Untuk menjadikan ilmu pengetahuan sebagai pilar utama pembangunan dan kebijakan industri, para pakar mengajukan sejumlah rekomendasi strategis. Pertama, peningkatan investasi negara dalam bidang riset dan pendidikan tinggi harus menjadi prioritas. Kedua, perlu ada reformasi struktural dalam lembaga penelitian agar lebih adaptif dan relevan dengan kebutuhan industri.

Ketiga, mendorong keterlibatan aktif sektor swasta dalam mendanai penelitian dan pengembangan. Negara-negara dengan ekosistem inovasi yang kuat selalu memiliki dukungan dari dunia usaha, bukan hanya pemerintah. Keempat, memperkuat kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy) di semua level pemerintahan agar keputusan strategis tidak hanya bersifat politis, tetapi juga ilmiah.

Ilmu pengetahuan bukan hanya milik laboratorium dan kampus. Ia harus menjadi elemen utama dalam menentukan arah pembangunan bangsa. Industri masa depan bukan lagi tentang siapa yang punya sumber daya paling banyak, tetapi siapa yang paling cerdas memanfaatkan pengetahuan.

Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemain global, asalkan mampu menempatkan ilmu pengetahuan di posisi strategis yang semestinya. Ketika kebijakan publik, pembangunan nasional, dan industri bergerak selaras dengan prinsip ilmiah, barulah kita bisa bicara tentang kemajuan yang berkelanjutan dan berdampak luas.

Kiriman serupa