Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, dan merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia akibat penyakit menular. Dengan penggunaan obat antituberkulosis, TB dapat diobati dan disembuhkan. Namun, resistensi obat telah menjadi tantangan global yang signifikan, mempersulit pengelolaan dan eradikasi TB. Artikel ini akan membahas bagaimana obat antituberkulosis bekerja dan bagaimana resistensi obat berkembang, serta langkah-langkah yang dapat diambil untuk menghadapi masalah ini.

Mekanisme Aksi Obat Antituberkulosis:

  1. Rifampicin: Menghambat RNA polimerase bakteri, mengganggu sintesis RNA dan protein bakteri.
  2. Isoniazid: Menghambat sintesis asam mycolic, yang merupakan komponen penting dari dinding sel bakteri.
  3. Pyrazinamide: Mekanisme pastinya tidak sepenuhnya dipahami, tetapi diduga mengganggu metabolisme energi bakteri.
  4. Ethambutol: Mengganggu sintesis dinding sel dengan menghambat enzim yang terlibat dalam pembentukan polimer dinding sel.
  5. Streptomycin: Aminoglikosida yang mengganggu fungsi ribosom bakteri, menghentikan sintesis protein.

Perkembangan Resistensi terhadap Obat Antituberkulosis:

  1. Mutasi Bakteri: Mutasi spontan dalam DNA bakteri dapat menyebabkan resistensi terhadap satu atau lebih obat antituberkulosis.
  2. Seleksi Alamiah: Penggunaan antibiotik memberi tekanan selektif yang memungkinkan hanya bakteri resisten yang bertahan dan berkembang biak.
  3. Pengobatan yang Tidak Tepat: Dosis yang tidak tepat, durasi pengobatan yang tidak cukup, atau kepatuhan pasien yang buruk dapat menyebabkan perkembangan resistensi obat.
  4. Penggunaan Obat Monoterapi: Penggunaan satu obat saja meningkatkan risiko resistensi dikarenakan bakteri hanya perlu mengembangkan resistensi terhadap satu mekanisme aksi.

Menantang Resistensi Obat:

  1. Terapi Kombinasi: Penggunaan beberapa obat secara bersamaan dalam rezim terapi TB untuk mencegah resistensi dengan menyerang bakteri melalui berbagai mekanisme.
  2. Pengawasan yang Ketat: Program pengobatan yang terstruktur dengan pengawasan langsung (Directly Observed Treatment, Short-course atau DOTS) untuk memastikan kepatuhan pasien.
  3. Pengembangan Obat Baru: Penelitian dan pengembangan obat antituberkulosis baru yang efektif terhadap strain yang resisten.
  4. Tes Diagnostik Cepat: Penggunaan tes diagnostik yang dapat dengan cepat mengidentifikasi resistensi obat, memungkinkan penyesuaian pengobatan yang tepat.
  5. Edukasi Pasien: Menyediakan informasi yang cukup kepada pasien tentang pentingnya menyelesaikan kursus pengobatan dan risiko resistensi obat.
  6. Surveilans Global: Pemantauan dan pelaporan kasus TB resisten obat secara global untuk memantau pola resistensi dan menyebarluaskan informasi secara tepat waktu.

Kesimpulan:
Resistensi obat dalam pengobatan TB merupakan tantangan serius yang mengancam kemajuan yang telah dicapai dalam pengendalian penyakit ini. Melalui pendekatan multilateral yang melibatkan terapi kombinasi, pengawasan pengobatan yang ketat, pengembangan obat baru, dan peningkatan diagnostik, kita dapat mengatasi ancaman ini. Edukasi pasien dan surveilans global juga merupakan komponen penting dalam strategi untuk mengurangi dan akhirnya menghilangkan TB sebagai masalah kesehatan masyarakat. Kerja sama internasional dan komitmen dari semua pihak adalah kunci untuk menanggulangi resistensi obat dan memastikan pengobatan TB yang efektif untuk semua yang membutuhkan.

By admin